Menilik dan Menghormati Sejarah (Holistik) I
Rasanya tidak salah kalau bangsa Arab mengabadikan 'Nuniatu Al Randi ', sebuah syair yang ditulis oleh penyair kenamaan di tanah Andalus ratusan tahun yang silam. Sebagai syair perjuangan, dan juga upaya untuk menghargai nilai sejarah. Yang mungkin selalu saja kita remehkan, sehingga kita tidak masuk lobang gelap yang sama untuk kedua kalinya. Arrandi dengan gelombang semangat yang menderu, menyeru raja Arab Islam di Sepanyol agar tetap teguh menyusun barisan dalam menghadapi rongrongan rongrongan raja Spanyol. Seruan itu ditandai dengan 'menilik sejarah', mengapa kita kalah? Karena menurut Arrandi hal tersebut disebabkan oleh lunturnya semangat juang raja Arab, disertai penyerahan benteng-benteng penting kepada raja Spanyol. Disaat kelemahan-kelemahan tiba, maka dengan mudah dihancurkan musuh.
'Menghormati dan menilik sejarah' merupakan suatu hal yang tidak niscaya pentingnya bagi kita, karena dengan sejarah kita tidak akan terlalu gegabah dalam melangkah, dan mengambil keputusan. Kenapa Kaum Tsamud hancur? Kenapa kerajaan Persi harus punah? Kenapa bangsa Romawi harus tunduk di bawah kekuasan bangsa Turki? Kenapa orang orang Islam mengalami kemunduran dalam beberapa penggal kurun? Memang Semuanya akan hancur dan akan mengalami masa-masa kehancuran, namun setidaknya kita dapat mempelajari berbagai macam pengalaman, bukan untuk sekadar beromantisme, tapi untuk ingat dan belajar pada sejarah. Dan betul apa yang dikatakan Randi dalam syairnya tadi, bahwa 'tidak ada yang kekal di muka bumi ini, semuanya pun akan mengalami masa pasang dan surut', ibarat air laut yang selalu menelan dan menghantam tepi. Siapa yang mendakwakan kekekalan dan keutuhan? Tembok Berlin di Jerman pun harus dihancurkan. Sejarah komunis pun harus berhenti di Eropa bagian Timur, dan semua dunia turut menyaksikan hal tersebut. Demikianlah rotasi-rotasi hidup dan sejarah yang selalu harus mendapatkan porsi perhatian dari kita, yang mana sebenarnya bukan merupakan pekerjaan gampang, karena zaman pelaku sejarah sudah berlalu, kita hanya dapat berasumsi dan meneliti dengan berbagai macam bukti dan membaca buku-buku.
Walaupun mengetahui kepastian sejarah adalah sangat sulit, tetapi bukanlah merupakan sebuah dinding penghalang untuk meneliti serta mencari untuk mendekati kebenaran. Dan tidak pula lari dari sejarah, yang malahan akhirnya orang barat yang mengungkap sejarah, antropologi, aerkologi timur, dari bahasa sampai lingkup kebudayaan lainnya. Contohnya saja penemuan-penemuan bahasa Semitik, sampai juga kepada bahasa Heryoglip. Memang ironis, tapi kita pun harus menyadari kelemahan untuk kemudian bangkit, menilik dan menghormati sejarah, sehingga ketika timbul penemuan penemuan dan metodologi baru, kita tidak lagi mengatakan 'itu sudah ditulis dan dibahas oleh buku Khosois punya Ibnu Jinni, atau buku-buku Ibnul Atsir'. Mungkin benar adanya, akan tetapi bentuknya masih sederhana dan perlu dikaji dan disempurnakan. Dan merekalah yang banyak mengkaji dan meneliti kebudayaan timur. Kenapa bukan kita? Bukankah kita mempunyai hak waris yang sah?! Akhirnya kemarin bolehlah kelam tapi esok pun tidak niscaya akan bersinar, mungkin tepat apa yang diungkapkan oleh seorang Pramoedya Ananta Toer 'Masih ada hari esok, tapi bukan pasar malam'.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home